Radind, Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) akan
terus menggalakkan upaya-upaya pencegahan penyebaran paham-paham radikal
yang dipropagandakan melalui dunia maya.
Disinyalir, meski penyebaran utama paham radikal masih menggunakan cara
konvensional melalui rumah ibadah, pendidikan dan tempat pertemuan
lainnya, namun kemajuan teknologi informasi (dunia maya), sudah
dijadikan instrumen penting oleh kelompok-kelompok radikal, termasuk
ISIS, dalam propaganda secara internasional.
"Sekarang bergeser ke internet, yang bisa diakses lewat gadget ataupun
warnet murah yang tersebar dimana-mana", kata Deputi Bidang Pencegahan,
Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) Mayjen TNI Agus Surya Bakti dalam rilisnya, Minggu (29/03).
Karena itu, lanjut Agus, tak heran bila beberapa remaja usia 18-25 tahun
(usia pengguna media sosial terbanyak) bergabung dengan ISIS karena
termakan propaganda melalui media sosial.
"Internet dan media sosial telah membuka ruang tertutup menjadi terbuka.
Dunia maya telah dijadikan instrumen baru dalam membentuk pola
radikalisme baru yang makin rumit. Contohnya adalah kelompok Al Qaeda
yang sejak 2005 lalu telah menjadikan media sosial untuk merebut hati
para pendukungnya", paparnya.
Agus menerangkan, saat ini ada tiga radikalisme. Pertama, radikalisme di
lingkungan remaja. Kedua, radikalisasi pada kalangan terdidik. Ketiga,
radikalisasi di ruang terbuka. Media online dan media sosial merupakan
ruang publik baru yang terbuka dan bebas. Jika dahulu proses rekrutmen
dan indoktrinasi terjadi di ruang tertutup melalui berbagai perantara
orang terdekat, saat ini proses rekrutmen menjadi sangat terbuka.
"Kehadiran fenomena radikalisme di dunia maya seakan membangunkan
kesadaran kita bahwa ada lubang besar yang tak terpikirkan dan itu
sangat efektif digunakan oleh kelompok teroris. Harus disadari,
dibandingkan dengan negara-negara Barat, Indonesia sedikit lebih
terlambat sadar ancaman terorisme di media online. Namun bukan hal yang
terlambat bila kita saat ini memberikan porsi besar terhadap arus
radikalisme di dunia maya ini", jelasnya.
Menurut Agus empat tahun ini, pemerintah berusaha memutus rantai
jaringan terorisme dunia dan usaha itu mampu melokalisasi kekuatan
terorisme dalam negeri dan jaringan internasional dengan melibatkan
banyak pihak seperti tokoh ulama, tokoh pendidikan , pemuda tokoh
masyarakat dll.
"Terpenting adalah pemerintah harus memikirkan formulasi kebijakan dan
regulasi yang lebih tepat dan efektif dalam menangani penyebaran
propaganda radikalisme dan terorisme. Tumpulnya regulasi akan menjadi
aangin segar bagi kelompok teroris untuk menyebarkan paham dan ajaran
radikal dengan bebas di dunia maya", pungkas Agus. (BUD/PUR/I