PT Wava Ungaran Visi Media (Wava TV Cable) melalui kuasa hukum GO TV Cable Indonesia, Paul Alexander Oroh SH, akhirnya menjawab somasi yang dilayangkan PT. MNC Sky Vision Tbk (MNC Group) tertanggal 26 September 2017, terkait siaran FTA (free to air).
Dalam somasi tersebut, Wava TV Cable dituding melanggar hak cipta siaran milik MNC Group atau secara tidak sah menyiarkan program-program MNC Group. Wava TV Cable diharuskan membayar sejumlah uang (royalti) bila ingin menyiarkan siaran MNC Group.
"Wava TV Kabel adalah lembaga penyiaran berlangganan (LPB) TV Kabel yang telah memiliki legalitas hukum berdasarkan UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Sementara RCTI, MNC TV dan GLOBAL TV adalah Iembaga penyiaran swasta (LPS). Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, adalah siaran tidak berbayar", kata Paul saat jumpa pers di cafe Brewekz Senayan City, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
"Penyiaran FTA Nasional semata-mata karena kebutuhan dan hak masyarakat menengah bawah untuk memperoleh informasi dan hiburan tanpa berbayar yang dilindung UU Penyiaran No.32 Tahun 2002", lanjutnya.
Dikesempatan yang sama, Sekertaris Jenderal Go TV Cable Indonesia, Muchlis mengatakan, MNC Group tidak seharusnya memungut biaya karena Wava TV Cable juga tidak pernah menerima uang dari hasil penyiaran channel FTA.
“Kami tidak pernah menerima uang atas channel FTA (Free To Air) nasional yang kami tayangkan. Penayangan siaran FTA nasional menurut UU Penyiaran No.30 Tahun 2003 tidak bisa dikenakan biaya alias gratis. Dalam hal ini, siaran MNC Group termasuk kategori FTA nasional. Jadi kami ini hanya kembali ke UU Penyiaran saja, bahwa MNC Group itu siaran FTA gratis ke masyarakat", jelasnya.
Lagipula, lanjut Muchlis, Wava TV Cable sebelumnya sudah pernah mengajukan permohonan ijin menyiarkan tayangan MNC Group, tapi ditolak dengan alasan belum bisa bekerjasama. "Untuk mendapatkan ijin harus membayar royalti kepada PT. MNC Sky Vision", tandasnya.
Paul menyesalkan adanya intimidasi oleh personil MNC Group kepada Wava TV Cable dan operator TV Kabel lainnya, yakni dipaksa untuk berkontrak dan membayar.
"Ini bentuk pemaksaan. Untuk itu, kami mencadangkan langkah-langkah hukum yang akan dilakukan", tegasnya.
Paul menghimbau kepada pemilik MNC Group, untuk menyadari tanggungjawab sebagai korporasi besar dan penikmat frekuensi publik untuk menyebarluaskan informasi menggunakan frekuensi publik yang diberikan pemerintah. "Kami juga menghimbau saudara berhenti mengambil uang dari UKM Media dan mengemban tanggung jawab mendukung UKM seperti himbauan Presiden Republik Indonesia", pungkas Paul. (Bud/Pur)
0 komentar:
Posting Komentar