Semarang, radarindonesia.com
Dr. Suyud Margono, SH., MHum., FCIArb. menjadi Saksi Ahli Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya perkara gugatan ganti
rugi atas Pelanggaran Hak Cipta “Hologramisasi atau Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/ Rokok” di Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Semarang Kamis (24/10).
Kasus Pita Cukai ini melibatkan PENGGUGAT: Tn. Kasim Tarigan (Pencipta & Pemegang Hak) PARA TERGUGAT: 1. PT. Pura Nusapersada 2. PT. Pura Barutama 3. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) 4. Ny. Feybe Fince Goni.
Hadir dalam persidangan tersebut, Para Pihak Penggugat diwakili oleh Eternity Law Firm (Dr.
Nurwidiatmo, SH., Andreas, SH. Dkk), Tergugat 1 dan Tergugat 2 diwakili oleh P&P Law Firm (Dr.
Pramudya, SH., Dkk), Tergugat 3 dan Tergugat 4.
Dalam persidangan Suyud menyampaikan, permasalahan yang muncul terkait penggunaan produk yang telah beredar
selama ini dimasyarakat mengenai Hologram atau Kinegram pada Pita Cukai pada pembungkus
Tembakau/Rokok dari PT. Pura Nusapersada (Tergugat 1) dan Pura Barutama (Tergugat 2)) yang
secara tanpa hak telah menggunakan Ciptaan “Hologramisasi atau Kinegramisasi Pita Cukai
Tembakau/Rokok” milik Pihak lain (Penggugat sebagai Pencipta dan Pemegang Hak) yang telah
didaftarkan No. Pendaftaran: 021812, tanggal 11 Januari 2001, diterbitkan Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (DJKI), tanggal 26 Nopember 2001, Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia.

Secara konsep dalam sistem Hak Cipta, Pencipta/ Pemegang Hak Cipta memiliki hak eksklusif berupa
hak ekonomi dan hak moral untuk mempublikasikan (publication rights) dan menggadakan
(reproduction rights) suatu ciptaan yang dimilikinya. Dalam hal ini termasuk hak untuk memberi ijin
kepada Pihak lain baik untuk seluruh atas sebagian ciptaan untuk dipublikasikan dan/ atau
digandakan (reproduksi) dan juga hak untuk melarang pihak lain yang secara tanpa ijin/ hak melanggar Hak Cipta (dalam hal ini melakukan perbuatan mempublikasikan dan/atau menggadakan
secara tanpa ijin/ hak (legal rights).
Dalam persidangan diperdebatkan tentang pemberlakukan Hak Eksklusif terhadap suatu ciptaan
sebagaimana Pasal 1 butir 1 UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, sehingga menjadi tolak ukur
untuk menilai apakah suatu ciptaan memenuhi kriteria untuk memperoleh perlindungan hak cipta
yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata, hal mana sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 Persetujuan TRIPs (Trade Related aspect
Intellectual Property rights Agreement) Konsepsi yang mendasar hak cipta adalah bahwa hak cipta
tidak melindungi ide-ide, informasi atau fakta-fakta, tetapi lebih melindungi bentuk dari
pengungkapan ide-ide, informasi atau fakta-fakta tersebut.
Hal mana juga diatur ditentukan oleh
negara-negara anggota WIPO (World IP Organization). Dan ditentukan juga berdasarkan ketentuan
pasal 40 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014, ditentukan “Pelindungan Hak Cipta termasuk untuk
pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah
diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut”.

Terkait dengan suatu ide/ pemikiran berdasarkan pengetahuan dari berbagai macam sumber yang
dimiliki Pencipta dan telah diwujudkan (expression of ideas) secara tertulis, itu juga merupakan
Ciptaan, suatu draft/ master apabila sudah dianggap selesai serta dapat diwujudkan dalam suatu hal
yang nyata dan khas juga dilindungi sebagai Ciptaan dalam sistem Hukum Hak Cipta, karena untuk
mewujudkan (real expression) suatu ide-ide/ gagasan dalam bentuk wujud Ciptaan diperlukan
inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian sebagaimana
ditentukan Pasal 1 butir 3 UU No. 28 Tahun 2014 (UU Hak Cipta).
Pendaftaran Ciptaan berjudul: “Hologramisasi atau Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok”
didaftarkan dalam Daftar Umum Ciptaan dan disahkan dengan Nomor Pendaftaran: 021812, tanggal
11 Januari 2001 yang telah dipublikasikan sejak tangal 16 Februari 1993 (“Surat Pendaftaran
Ciptaan”), Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana dimaksud Pasal 69
Undang-Undang Hak Cipta merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan atau produk Hak
Terkait.
Dalam Daftar Umum Ciptaan, Ciptaan berjudul: “Hologramisasi atau Kinegramisasi Pita Cukai
Tembakau/Rokok” merupakan Ciptaan dibidang ilmu pengetahuan untuk suatu pemanfaatan sistem
hologrami atau kinegram yang diterapkan pada pita cukai pada pembukus tembakau/rokok”, yaitu
dengan menyatukan pita cukai rokok/tembakau dengan tanda grafis hologram dengan cara hot
stemping foil yang telah dipublikasikan sejak Tahun 1993.
Namun oleh Tergugat 1 dan Tergugat 2
sejak tahun 1996 secara tanpa hak atau tanpa persetujuan si Pencipta/ Pemegang hak (Penggugat)
telah mempublikasikan dan memproduksi secara masif sehingga tanpa menghargai hak moral (moral
rights) serta memperhitungkan hak ekonomi (economic rights) dari Pencipta/ pemegang hak
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta, “hak eksklusif” adalah hak yang hanya diperuntukkan
bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin
Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif
berupa hak ekonomi.

Berdasarkan penjelasan Ketentuan ini berarti bahwa Tergugat 1, Tergugat 2 dan
Tergugat 4 secara nyata telah melakukan publikasi, memproduksi, mengedarkan seolah-olah
sebagai Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta yang memiliki atas Ciptaan atau memanfaatkan Hak
Moral dan Hak Ekonomi atas Ciptaan berjudul: “Hologramisasi atau Kinegramisasi Pita Cukai
Tembakau/Rokok” yang menjadi pokok perkara tersebut
Perbuatan Tergugat 1, Tergugat 2 dan Tergugat 4 yang telah melakukan adaptasi /pengalihwujudan
atas Ciptaan karya tulis yang merupakan pengetahuan (scientific works) milik Penggugat yang
dilakukan tanpa izin atau persetujuan terlebih dahulu dari Penggugat.
Hal tersebut telah melanggar
Hak Moral (moral rights) dari Penggugat mengingat bahwa Hak Moral atas Ciptaan belum beralih/
dialihkan kepada Tergugat 1, Tergugat 2 dan Tergugat 4, oleh karenanya Penggugat berhak untuk
mempertahankan haknya dalam hal terjadi adaptasi/pengalihwujudan Ciptaan, atau hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri dan reputasi Penggugat juga termasuk berhak atas manfaat ekonomi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e juncto Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta.
Hak Cipta merupakan Kekayaan (harta) yang dimiliki Pencipta dan/ atau pemegang Hak Cipta, maka
Hak Cipta dapat disamakan dengan bentuk kekayaan (property) yang lain. Secara khusus pengaturan
mengenai status hukum dari sifat kebendaan dalam Hukum Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Pasal
16 UU Hak Cipta terdapat ketentuan disebutkan “Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak
berwujud, maka maka Hak Cipta dapat dipindahtangankan, dilisensikan, dialihkan, dijual oleh Pemilik
atau Pemegang Hak-nya.
Artinya, sesuai dengan pengaturan hukum Hak Cipta yang berlaku dan
pengaturan hukum Kebendaan dalam sistem Hukum Perdata, dalam hal ini Tergugat 1, Tergugat 2 dan
Tergugat 4 telah mengambil Hak Kebendaan dalam Hak Cipta dengan secara Tanpa Hak
Mengumumkan dan Memperbanyak Ciptaan yang merupakan Kekayaan/ harta yang dimiliki
Penggugat.
Perkara ini adalah adanya pelanggaran Hak cipta, di dalam Hak cipta terdapat 2 (dua) Hak yang
mendukungnya, yakni: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).
Pada umumnya,
dalam perkara Pelanggaran Hak Cipta adalah terjadinya pelanggaran Hak Ekonomi dan/ atau hak
Moral dari Pencipta, sehingga bentuk ganti rugi yang diminta oleh Pencipta/ Pemegang Hak
(copyrights holders) terhadap adanya pelanggaran Hak Cipta adalah tuntutan ganti kerugian
khususnya terhadap hak ekonomi adalah ganti rugi secara materiil, sedangkan untuk pelanggaran
Hak cipta khususnya hak moral bentuk ganti kerugian yang diminta oleh Pencipta (creators) adalah
ganti rugi secara immateriil.
Penggugat sebagai Pencipta/ Pemegang Hak, telah menderita kerugian materiil maupun immaterial
atas tindakan mengumumkan dan memperbanyak Ciptaan, berjudul: “Hologramisasi atau
Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok”, selanjutnya tindakan mempublikasikan dan/atau
reproduktif yang dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak Penggugat sebagai Pencipta dan/ atau
Pemegang Hak telah menimbulkan kerugian materiil maupun immaterial bagi Penggugat, maka
berdasarkan hukum yang berlaku tentang permohonan atau gugatan ganti kerugian kepada
pengadilan Niaga, namun sebagaimana amanat ketentuan Pasal 95 UU Hak Cipta, penyelesaian kasus
ini seharusnya dapat mempertimbangkan penyelesaian sengketa alternatif (mediasi/ konsiliasi)
sehingga terjadi kesepakatan/ perdamaian.