Oleh: Pinnur Selalau
Inilah Fakta nyata serta bukti yang sangat terang benderang, bahwa Pancasila itu tidak lebih dari sekedar hiasan dinding belaka.
Pancasila: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jelas disila pertama ini disebutkan bahwa Tuhan adalah Maha Esa diatas segala-galanya.
Dalam hal ini, seharusnya para wakil rakyat dan pemimpin negara takut kepada Tuhan.
jika mereka gagal dan ingkar kepada Janji-janji mereka untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Tapi Faktanya, tidak sedikit dari mereka yang memperkaya diri sendiri. Padahal saat mereka mencari suara rakyat, mereka datang selayaknya pengemis, tapi saat diberi jabatan mereka lupa bahwa telah berjanji dalam sebuah sumpah dibawah Kitab Suci.
Kemudian sila ke-2 berbunyi : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Sejauh ini saya tidak menemukan adab yang baik dari Pemerintah kepada Rakyat. Dan Keadilan juga sangat sukar untuk rakyat dapatkan, kecuali membelinya dengan sejumlah uang. Terlihat jelas bahwa Keadilan dalam sila ke-2 hanya omong kosong dan sulit didapatkan.
Karena tidak ada satupun dari seluruh rakyat Indonesia yang telah merasakan Keadilan yang Hakiki. Justru yang dipertontonkan adalah keadilan itu menjadi seperti sebuah barang yang dijual terbatas oleh para penegak hukum untuk rakyat miskin. Tapi dijual obral seperti barang asongan untuk para pejabat dan orang-orang kaya.
Lalu Sila ke-3 pun berdengung dalam kalimat “Persatuan Indonesia”.
Dari sila ke-3 ini muncul pertanyaan kenapa rakyat atau mahasiswa sering melakukan demo..? adakah hubungan langsung dari Pemerintah kepada seluruh Rakyat sebelum mereka mengambil kebijakan, jawabannya tentu saja tidak ada, bahkan anggota DPR yang katanya perwakilan dari rakyat tidak pernah sekalipun berdiskusi secara umum bersama masyarakat saat mereka memutuskan suatu perkara. Karena mereka lebih mementingkan partai dan ketum Parpol, selebihnya yang mereka tahu hanya kepentingan untuk perut keluarga mereka sendiri.
Kemudian Pancasila ke-4 bersenandung “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”.
Bunyi sila ke-4 ini sangat Syahdu, dan terdengar seperti lagu yang dinyanyikan dengan suara yang sangatlah merdu, padahal pada kenyataannya sila ke-4 ini lebih mirip seperti suara petir yang menggelegar, lalu menjadi sebuah bencana besar kemudian berubah menjadi malapetaka Maha dahsyat yang berkepanjangan untuk masyarakat Indonesia khususnya bagi rakyat kecil dan orang-orang miskin.
Kenapa bisa dikatakan demikian, karena dalam sila ke-4 inilah sumber dari sebuah kehancuran negara akan tercipta. Bagaimana negara tidak hancur, jika pejabat tinggi negara dan para wakil rakyatnya melakukan korupsi besar-besaran dan itu mereka lakukan dengan telanjang secara berjamaah.
Mereka dengan hikmat dan sadar melakukan korupsi uang pajak dan uang APBN yang terperas dari hasil keringat jerih payah rakyat. Lalu mereka dengan kompak bermusyawarah untuk saling melindungi dan menutupi kasus-kasus mega korupsi, kemudian mereka dengan bijak dan entengnya mengatakan bahwa itu hanyalah perbuatan salah satu oknum.
Sila terakhir yaitu Sila ke-5 yang bernada “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Ini adalah sila terakhir yang saya anggap sebagai sila paling menyedihkan, yang pernah tercatat diantara 5 sila lainnya. Terkhusus pada sila ke-5 ini saya tidak mampu memberikan pendapat apapun, karena dalam sila ini sudah terlalu banyak nyawa yang menghilang, darah yang tertumpah dan begitu deras dihujani air mata kesedihan dan penderitaan dari seluruh rakyat Indonesia.
Jika kalian mempunyai makna dari sila ke-5, maka silakan kalian tuliskan arti dan alasannya, saya tidak sanggup untuk menguraikan sila terakhir karena jauh dilubuk hati sanubari ini sedang menahan rasa sakit dan sedih yang hampir membuat mata ini meneteskan air matamata. Tapi jika kalian menganggap saya telah salah menilai Pancasila ini tidak lebih dari sekedar hiasan dinding semata, maka mari kita berdiskusi secara sehat dengan menggunakan nalar yang bersih serta berargumenlah dari data fakta dan realita.
Bandar Lampung, 27 Desember 2024.
Editor : Melia Efrianti.